Tak terasa sudah 15 edisi perjalanan spiritual ini ditulis, namun semakin digali semakin mengalir samudera makna dan hikmah di dalamnya. Meski harus memasuki lorong sempit, blusukan dari gang-gang kecil, mobil tergelincir di bibir sungai, menerabas jemuran warga sampai pakaianya berjatuhan, masuk kamar pasien dengan bau menyengat, aroma pembusukan daging, bau anyir nanah dan darah, kepala rasa pening, sesak dan ingin muntah pemandangan ini biasa bagi praktisi medis, dokter dan perawat, bagi tim LK perjalanan ini seperti neraka.
Lalu apa hubangan dengan “menjemput hidayah” dan apa sesungguhnya hidayah itu? Dalam kitab Tafsir Al-Munir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hidayah Allah adalah petunjuk Allah yang diberikan kepada manusia agar manusia berjalan di jalan yang lurus. Mencoba menelisik misteri dibalik hidayah sesungguhnya masuk pada ranah kuasa Tuhan, karena hidayah diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki tak pandang situasi dan kondisi tertentu, bisa saat senang, susah, berkuasa maupun sedang tak berdaya. Meski kecenderunganya manusia sering lupa ketika bahagia dan berkuasa, baru merasakan butuh dan menyesal ketika sedang dirundung sedih, musibah dan tak berdaya. Manusia tak mampu membuka tabir ini kecuali bagi yang dikehendaki menggunakan dzikirnya diatas pikir, spiritual diatas intelektual. Datangnya sakit boleh jadi merupakan jembatan menjemput hidayah Tuhan ditengah ketakberdayaan.
Adalah sebuah kondisi memperihatinkan yang acap kali ditemui dalam kunjungan homecare, Salah satunya seorang ibu usia 46 sebut saja Saritem tinggal dikawasan dinoyo, penderita kanker paru ini daging tinggal tulang, pernapasan dibantu oksigen disamping pembaringan, tak ada nafsu makan, hari itu dikunjungi, 2 hari kemudian wassalam. Ada pula pasien yang sudah dua kali dikunjungi Tim tetapi kondisinya semakin melemah dan sebulan kemudian Innalillah. Masih teringat rona wajah tenang dibalik keihlasan dan kepasrahanya waktu itu, entah apa gerangan yang dipikirkan pada saat harapan sudah hilang, rasanya tidak lagi otak yang bekerja tetapi hati yang bicara merasakan aroma badan yang sudah bau tanah dan hasrat segera bertemu Sang Pencipta. Sakit boleh jadi cara Tuhan paling elegan dalam menyapa hamba agar bangkit spiritualnya membuka mata kehidupan yang sementara.
Pembaca budiman membuka misteri hidayah sama susahnya membuka misteri kematian, bisa datang dalam keadaan sakit, atau sehat sekalipun, bisa panjang penantianya, bisa pula cepat, singkat tak terduga. Oleh karena cara menjemput mati tidak pernah diberi tahu, maka sesungguhnya mengingat mati adalah cara kita menjemput hidayah, jauh lebih berguna untuk membuat hidup kita lebih bermakna dan tetap konsisten dalam kebaikan bagi lingkungan sekitar dan pengabdian kepada sang Pencipta tiada habisnya sampai maut memisahkan dunia. (Choir).